Rabu, 13 Agustus 2008

Biografi 01

Aku Terlahir

1967, Kamis Pahing bulan Maulud Tahun Alip. Aku terlahir sebagai putra bungsu dari ibuku Sariyem (atau Sarinem, tapi yang aku tahu ya.. mbah Joyo Sari, maklum tidak ada akte, surat nikahpun sudah hilang entah kemana, soalnya waktu nikah masih jaman penjajahan) dan Bapakku Pilang Jaya Pawira. Aku lahir di Kampung Prambanan tepatnya di belakang Candi Sewu. Kala itu, sampai waktu aku lulus SMA kampungku masih gelap tanpa ada penerangan listrik. Jalanpun masih jalan tanah. Masih banyak kebun bamboo yang membuat kampungku semakin serem kalo malam hari. Dengan kerlip jamur akar bamboo disetiap pekarangan rumah. Tapi Alhamdulillah sekarang kampungku sudah terang, jalan sudah beraspal dan ber cor semen, sudah ramai karena deket dengan tempat wisata candi Prambanan.

Tempat mainku dulu adalah kompleks Candi Sewu yang waktu itu masih berupa tumpukan batu berserakan. Atau di panggung Ramayana yang kini telah dibongkar. Di Candi Sewu, biasanya aku melihat turis asing yang kadang ngajakin ngobrol dengan bahasa yang tidak aku mengerti. Atau aku mencari buah sirsak, atau burung murai atau hanya sekedar melihat kambing-kambing yang diangon orang. Kalau lagi bulan puasa aku juga kadang membawa buku-buku sekolah ke Candi Sewu untuk belajar atau sekedar tidur di atas tumpukan batu sambil menunggu datangnya waktu berbuka. Biasanya aku bermain bersama temen-temen sebayaku.

Kata orang tuaku aku sepuluh berasudara, tapi yang aku lihat sejak lahir yach cuma berempat dengan satu kakak perempuan dan dua kakak laki-laki. Bapakku seorang pekerja buruh bangunan. Kadang punya penghasilan kalo tenaganya di pake orang. Tapi tak jarang pula hanya menunggu hasil sawah yang hanya sepetak. Mungkin karena kondisi inilah sehingga aku hanya bisa merasa bahwa aku empat bersaudara. Karena saudaraku yang lain telah meninggal sebelum aku lahir. Tapi aku bangga dengan bapakku, karena tidak pernah ku dengar keluhannya dan tak pernah kulihat kemarahannya. Dan di masa tuanya Bapakku juga rajin ke mushala untuk shalat berjamaah. Di hari lebaran tahun 1996, saat kami menunaikan shalat Id, Bapak dan Ibuku tinggal di rumah, karena Bapak memang sudah tidak mampu melakukan apa-apa. Sepulang dari Shalat Id, Bapak sudah tidak sadarkan diri karena serangan stroke yang ketiga kalinya. Malam harinya Bapakku meninggal. Innalillahi Wa Inna ilaihi Roji’un.

Tidak ada komentar: