Kamis, 31 Juli 2008

Takbir

‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata : Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam biasanya membuka shalat dengan takbir …….. Ya… shalat memang diawali dengan takbir dan di akhiri dengan salam. Diniatkan untuk Allah karena memang manusia diciptakan tidak lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Takbir yang berarti mengagungkan Allah. Tapi benarkah kita senantiasa mengagungkan Allah? Atau hanya pada saat kita shalat? Pertanyaan ini mengusik pemikiran saya. Karena saya sering lupa bahwa yang pantas diagungkan hanyalah yang Maha Agung, Allahu Akbar. Masih sering diri ini mengagung-agungkan yang lain baik tokoh, uang, kekayaan, jabatan bahkan sering mengagung-agungkan diri. Merasa diri benar, merasa diri hebat. Astaghfirullah, ampuni hambamu ini ya Allah yang begitu sombong dan melupakan keagunganMu.

Kalau setiap lebaran kita mendengar kumandang takbir, dan mengaharap setelah selesai menjalankan puasa ramadhan kita kembali ke fitrah seperti bayi yang baru lahir. Tetapi pada saat itu kita lupa melihat seperti apa keadaan bayi yang baru lahir. Bayi yang baru lahir dalam keadaan kotor, lemah, telanjang dan tak meiliki apa-apa. Dia tidak mampu membersihkan dirinya, tidak mampu mengutarakan kemauannya, tidak mampu melakukan apapun kecuali ada pertolongan. Itulah fitrah manusia, lemah, tak berdaya dan tak memiliki apa-apa kecuali mendapat pertolongan. Dan yang sanggup menolong adalah yang Allah Yang Maha Penolong.

Kini kita dewasa, mampu berjalan, mampu berpikir, mampu mengunkapkan pikiran, mampu bekerja, mampu ini, mampu itu, sebenarnya karena Allahlah yang memberi kemampuan. Lalu sudahkah kita bersyukur? “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS 14:7). Ya Allah jadikan hambamu ini masuk ke dalam golongan orang-orang yang panda bersyukur dan pandai mengagungkan nama-Mu. Amien.

Niatku

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitun orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. (QS 23:1-2). Untuk dapat khusyuk tentu harus dimulai dari niat.

“Sesungguhnya semua pekerjaan itu bergantung kepada niat” hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin al-Khaththab radhiallaahu ‘anhu. Dan untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dibutuhkan niat yang benar (hadits Umar). Lalu pernahkah kita mengecek niat kita. Adalah merupakan hal yang berat untuk senantiasa menjaga niat. Salat yang sudah kita niatkan “lillahi ta’ala” pun kadang terbelokkan untuk sesuatu yang bersifat keduniaan bahkan riya. Padahal niat sangat berpengaruh terhadap nilai ibadah, karena niat merupakan sahnya ibadah dan niat juga sebagai syarat diterimanya ibadah (ikhlas). Niat memang tidak bisa dipertontonkan, niat tidak dapat dilihat orang karena niat berkaitan dengan hati. Tapi Allah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat tentu tahu niat apa yang ada di hati kita. Ya Allah, jadikan hambamu ini menjadi orang yang pandai menjaga niat. Janganlah salatku dan ibadahku hanya menjadi suatu pekerjaan rutinitas yang tak bernilai apa-apa. Dan jadikan segala aktifitasku sebagai ibadah kepadaMu. Amien.